Jumat, 21 September 2018

Resensi: Aku Ini Binatang Jalang

Judul                     : Aku Ini Binatang Jalang
Penulis                 : Chairil Anwar
Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama
Editor                    : Pamusuk Eneste
Cetakan I             : Maret 1986
ISBN                      : 978-979-22-7277-2
Halaman              : xxv + 131

Membaca Aku Ini Binatang Jalang mengajak kita menyelami isi pikiran Chairil Anwar sejak awal ia mulai menulis hingga menjelang kematiannya (1943-1949). Dalam buku ini kita dapat menemukan sajak-sajak Chairil secara utuh, seperti dari Deru Campur Debu, Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan yang Putus, Naskah Asli, Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45, Surat-surat 1943-1983, dan Tiga Menguak Takdir.

Puisi-puisi yang termuat di buku ini seringkali membuat kita berpikir memutar. Dibalik diksi diksi yang sederhana, meskipun beberapa terasa asing, selalu ada makna tersendiri yang ingin disampaikan penulis. Inilah ciri puisi seorang Chairil, padat, indah, dan penuh teka-teki.

Pada buku ini akan kita jumpai keterangan 'versi', dikarenakan beberapa puisi Chairil Anwar memiliki perbedaan antara yang termuat di satu buku dan buku lainnya. Kedua macam versi yang ada pun sama-sama dimuat pada buku ini.

Bukan hanya berisikan puisi Aku yang melegenda, buku ini lengkap menggambarkan perjalanan puisi seorang Chairil anwar dari yang awalnya menggebu, bebas, dan kurang terarah, menjadi tenang, rapi, dan dewasa. Setelah membaca Tak Sepadan (1943) dan membandingkannya dengan Derai-derai Cemara, akan didapati bahwa dalam buku ini termuat perkembangan kepenulisan Chairil Anwar.

Jika kita membaca kumpulan puisi ini, kita akan menemukan bahwa sang penulis adalah pribadi yang penuh cinta, perjuangan, dan mimpi. Seperti yang dituangkan Sapardi Djoko Damono dalam kata penutup, "beberapa sajaknya yang terbaik menunjukkan bahwa ia telah bergerak begitu cepat ke depan, sehingga bahkan bagi banyak penyair masa kini taraf sajak-sajaknya tersebut bukan merupakan masa lampau tetapi masa depan, yang mungkin hanya bisa dicapai dengan bakat, semangat, dan kecerdasan yang tinggi." 

Buku ini tidak bisa kita baca tanpa membuat kita menerka-nerka ada makna apa dibaliknya, sehingga buku ini cocok bagi mereka yang menyukai sastra, bukan untuk mereka yang mencari puisi untuk dikutip dan dijadikan postingan alay media sosial.

Kamis, 30 Agustus 2018

Pesan untuk Perpisahan

Kisah ini kutulis diantara gelap..



Malam ini begitu pekat, dan sebuah bayangan tiba-tiba berkelebat.
Dan itu kau, Sayang. 
Lalu, tahukah Kau yang terjadi selanjutnya? 
Malam semakin kelam, yang terlihat kemudian hanyalah dendam. 
Dendam, dendam dan dendam.
Aku marah, Sayang. AKU MARAH!!!!

Tapi dimanakah Kau?
Bahkan hingga sebait puisi ini tertulis, 
tak juga nampak Kau barang seiris.

Dimanakah Kau?!
Aku sendirian, Sayang. aku sendirian.
Di mana sosok manusia yang pernah menjanjikan teman?
Aku sendirian, dan kenapa Kau tak kunjung datang?




Lalu tiba-tiba aku melihat di sana
seberkas senyum yang entah milik siapa
seberkas senyum yang tak pernah lagi kau hidangkan
ah, lagi-lagi ini tentang Kau


Kau bersama bulan yang termakan awan,
Kau bersama udara yang kuhirup dalam-dalam,
Kau,
yang ada di mana-mana tapi tak pernah ada


Kisah ini tidak untuk direvisi kembali,
toh aku cukup percaya diri.
Percaya bahwa kamu tidak peduli.


Yogyakarta, 30 Agustus 2018
22.56
didedikasikan untuk sesosok perpisahan

Selasa, 28 Agustus 2018

Frustasi Transformasi!! (curahan hati seonggok Maba)

sumber: google

"Sebagai mahasiswa, kalian harus berkembang. jangan mulu kaya anak putih abu-abu!" mungkin itu adalah kalimat yang terus berputar, melayang, dan terngiang di kepala kalian, para mahasiswa baru.



Tapi apakah harus seperti itu?


Pada masa Ospek--atau yang sekarang lebih dikenal dengan Pengenalan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB), kita selalu ditekan dengan banyak tugas, dengan kriteria berpakaian ini-itu, dengan penugasan aneh ini-itu, tapi apakah memang perlu?

Untuk para Maba yang sedang mengikuti PKKMB pasti rasanya muak. Ah, jangan lupakan rasa lelah dan putus asa yang siap mengintai. Bahkan, tak jarang seorang Maba mengalami Demam Ospek.

Hari-hari awal setelah Technical Meeting memanglah kita masih hobi-hobinya berkenalan, mengerjakan tugas dengan banyak guyonan, tapi menjelang hari PKKMB? Mulai ada crash dengan teman-tema baru, belum lagi rindu kampung halaman bagi para anak rantau, eh ditambah lagi deadline penugasan yang semakin mepet! Fyuhh, pengen nabrakin diri ke mobil di jalan rasanya, "biar ngga perlu ikut ospek."



Suntuk? Jelas.




Frustasi? Sudah pasti.





Tapi--
Yakin mau nyerah?


Wahh, ya jangan dong! Apa pun jalur masuk kamu ke instansi itu, bukannya tetap patut diapresiasi? Yakali mau dibuang gitu aja. Inget, woy, perjalananmu belum selesai, malah baru mulai



Aku nggak akan munafik dengan bilang,
'alah ospek gitu aja, bawa santai dong lur, semuanya tuh settingan!' 

Ospek itu berat, jadi kamu harus kuat. Ikuti saja alurnya, jangan memberontak. Kerjakan tugasya, begitu udah selesai langsung istirahat biar nggak kerasa sebelnya.



Ospek itu kenyataannya emang berat, banyak tugas nggak perlu dan lalalalanya. Mungkin rasanya pengen nyerah, mungkin juga rasanya muak  sama segala macem settingan yang kelihatan. Tapi, inget, hidupmu terlalu singkat kalo harus terhenti pada masa ospek.





Deadline mepet akan berguna untuk kamu ngerjain tugas nantinya
Masuk terlalu pagi akan membiasakan diri kalian bangun pagi dan menepati waktu
Tugas aneh dan nggak penting akan menambah keterampilanmu
Dannnn---
Segala bentuk settingan dan aturan akan semakin mengakrabkan kalian dengan Kating (Kakak tingkat), dengan Maba lainnya, dan yang pasti akan memberikan cerita.

SEMANGATTTTT!!!!!